Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan rhum semakin populer, tidak hanya pada minuman beralkohol, tetapi juga pada makanan seperti kue, dessert, hingga minuman kekinian. Aroma rhum yang khas dianggap mampu memberi sensasi wangi dan rasa lebih istimewa pada makanan ataupun minuman olahan. Meski jelas merupakan kategori alkohol, Namun masih banyak yang mempertanyakan apakah rhum haram? Berikut ini pembahasan lebih detail mengenai kenapa rhum haram dalam islam.
Proses dan kandungan rhum serta kategori dalam Islam
Rhum pada dasarnya adalah minuman beralkohol yang dibuat melalui proses fermentasi dan distilasi tebu. Kandungan alkohol dalam rhum cukup tinggi, bisa mencapai 30–40 persen. Dalam kategori minuman beralkohol, rhum termasuk golongan C karena kadar alkoholnya di atas 20 persen.
Dalam Islam, minuman yang memabukkan disebut khamr, dan status hukumnya jelas haram. Rasulullah SAW bersabda bahwa apa saja yang memabukkan dalam jumlah banyak, maka sedikitnya pun tetap haram. Hal ini menjadi dasar kuat mengapa rhum, baik dalam bentuk murni maupun digunakan sebagai campuran makanan, tetap termasuk kategori haram.
Alasan Kenapa Rhum Haram Dikonsumsi
Ada beberapa alasan utama mengapa rhum dihukumi haram dalam Islam. Pertama, rhum termasuk minuman yang memabukkan karena kandungan alkoholnya yang tinggi. Dalam Islam, setiap sesuatu yang memabukkan dikategorikan sebagai khamr, dan setiap khamr hukumnya haram.
Kedua, proses fermentasi air tebu dalam pembuatan rhum menghasilkan kadar alkohol yang signifikan sehingga menempatkannya dalam kategori minuman keras. Islam melarang keras konsumsi khamr dalam bentuk apa pun, bahkan dalam jumlah sedikit sekalipun. Prinsip ini ditegaskan dalam hadits yang menyatakan bahwa apa saja yang memabukkan dalam jumlah banyak, maka sedikitnya pun tetap haram.
Pandangan Ulama dan Fatwa MUI Mengenai Rhum
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Fatwa Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal menegaskan bahwa segala bentuk produk yang mengandung bahan, perisa, atau bahkan nama yang mengarah kepada minuman keras tidak bisa disertifikasi halal. Artinya, meskipun sebuah produk tidak mengandung alkohol, namun menggunakan nama “rhum” maka tetap tidak bisa disertifikasi halal.
Dilansir dari web halalmui.org (22/9) juga menekankan bahwa produk yang menyerupai minuman keras, baik dari segi aroma maupun branding, berpotensi menimbulkan kerancuan (tasyabbuh) dan sebaiknya dihindari oleh konsumen muslim.
Penutup
Bagi umat Islam, menjaga kehalalan makanan dan minuman bukan hanya soal aturan, tetapi juga bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Kehati-hatian dalam memilih produk yang dikonsumsi menjadi penting di tengah maraknya inovasi kuliner yang menggunakan bahan atau perisa menyerupai minuman keras. Solusi terbaik adalah selalu memeriksa label halal, memahami bahan yang digunakan, serta menghindari produk yang menggunakan nama atau rasa rhum. Dengan begitu, umat muslim bisa tetap menikmati kuliner modern tanpa keluar dari aturan syariat.
Sumber:
https://kumparan.com/dunia-halal/rum-sintetis-halalkah
https://halalmui.org/halalkah-minuman-kekinian-dengan-rhum/


