Belakangan ini, masyarakat dihebohkan dengan kasus sebuah restoran ayam goreng di Solo yang menjual makanan tanpa mencantumkan label non-halal. Kasus ini menjadi sorotan karena menimbulkan keresahan di kalangan konsumen Muslim yang merasa hak mereka untuk mengetahui kehalalan suatu produk telah diabaikan. Dalam konteks regulasi, pelaku usaha yang tidak mencantumkan label halal atau non-halal pada produk atau usahanya dapat dikenai sanksi. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal serta peraturan turunannya.

Berikut ini adalah tiga sanksi kepada pelaku usaha restoran tanpa label non-halal yang menyediakan produk mengandung haram.

Ini Dia Sanksi Yang Restoran Tanpa Label Non-Halal

1. Peringatan Tertulis

Langkah pertama yang biasanya diambil oleh pihak berwenang adalah memberikan peringatan tertulis kepada pelaku usaha. Peringatan ini berfungsi sebagai bentuk teguran resmi agar pelaku segera memperbaiki pelanggaran yang dilakukan, khususnya dalam hal tidak mencantumkan label non-halal pada produk yang tidak bersertifikat halal. Umumnya, peringatan ini disertai dengan batas waktu tertentu untuk melakukan perbaikan. Jika dalam jangka waktu tersebut pelaku usaha tidak memenuhi kewajiban, maka sanksi yang lebih berat dapat dijatuhkan.

2. Denda Administratif

Apabila peringatan tertulis tidak diindahkan, maka pelaku usaha berpotensi dikenakan denda administratif. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal Pasal 170, denda administratif ini dapat mencapai hingga Rp 2 miliar. Besaran denda yang tinggi ini bertujuan untuk memberikan efek jera, serta menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi halal di Indonesia. Denda ini tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga merupakan bentuk tanggung jawab moral agar pelaku usaha lebih serius dalam menjamin kejelasan status kehalalan produk yang ditawarkan kepada konsumen.

3. Pencabutan Sertifikat Halal dan/ atau Penarikan Barang dari Peredaran

Selain pencabutan Sertifikat Halal bagi pelaku usaha yang sudah memiliki Sertifikat Halal sebelumnya, namun melanggar ketentuan penyelenggaraan Jaminan Produk halal maka sanksi terberat yang dapat dikenakan adalah penarikan produk dari peredaran. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 pasal 48 serta dipertegas kembali dalam PP 42 Tahun 2024 Pasal 183. Penarikan harus dilakukan dalam jangka waktu maksimal 60 hari sejak sanksi ditetapkan. Proses ini tidak hanya berdampak pada kerugian materiil akibat produk yang ditarik, tetapi juga dapat menghancurkan reputasi usaha. Kepercayaan konsumen yang telah dirusak karena ketidakjelasan status kehalalan suatu produk bisa sulit untuk dipulihkan, bahkan bisa mengancam keberlangsungan bisnis di masa depan.

Kesimpulan

Kasus yang terjadi di Solo menjadi peringatan bagi pelaku usaha kuliner untuk lebih berhati-hati. Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui mengenai status kehalalan suatu produk, seperti tertuang dalam UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pemerintah pun telah menyediakan regulasi untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha terhadap aturan ini. Oleh karena itu, tidak hanya penting untuk memperoleh sertifikat halal, tetapi juga wajib mencantumkan label non-halal apabila produk memang tidak memenuhi standar kehalalan. Langkah ini bukan hanya bentuk kepatuhan hukum, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap hak konsumen.

Itulah pembahasan kita mengenai sanksi yang bisa didapatkan oleh restoran jika menyajikan makanan namun tanpa label non halal. Jangan sampai hal yang terjadi pada restoran ayam disolo terulang kembali. Simak juga beberapa artikel kita yang membahas seputar halal lainnya pada link dibawah ini.

IHATEC: Berita Terkini Seputar Halal


Sumber:

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250527174040-12-1233830/jual-makanan-tak-cantumkan-keterangan-nonhalal-apa-sanksinya

https://nasional.kompas.com/read/2025/05/26/15374491/kasus-ayam-goreng-widuran-ini-3-sanksi-jika-tak-cantumkan-non-halal

id_IDID