Daging dry-aged yang terkenal karena kelezatan dan tekstur lembutnya, telah menjadi salah satu sajian eksklusif di berbagai restoran premium. Proses dry aging adalah teknik pengolahan daging dengan cara menyimpan daging pada suhu dan kelembaban tertentu. Daging akan disimpan minimalnya 28 hari untuk mengaktifkan enzim dalam daging, sehingga daging menjadi lebih empuk memiliki rasa khas. Hidangan steak dari proses dry aging memang lezat, namun bagi konsumen Muslim pertanyaan utama yang muncul adalah apakah daging dry aged ini halal?
Secara prinsip, daging halal akan merujuk pada jenis hewan dan proses penyembelihan yang sesuai syariat Islam. Sedangkan dalam konteks dry aging, proses ini pada dasarnya adalah metode pengolahan daging tersebut. Berbicara soal makanan, tidak hanya kehalalan bahannya saja yang perlu diperhatikan. Perlu juga kita perhatikan bagaimana proses pengolahannya, apakah sudah sesuai dengan syariat islam? Berikut ini beberapa titik kritis kehalalan daging dry aged.
Titik kritis kehalalan daging dry aged
Menurut trainer IHATEC ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat memilih daging dry age. Berikut ini beberapa penjelasan mengenai titik kritis kehalalan daging dry aged.
1. Daging yang digunakan
Aspek paling mendasar dalam menentukan kehalalan daging dry-aged adalah memastikan bahwa daging tersebut berasal dari hewan yang halal, seperti sapi, kambing, atau domba. Selain itu, hewan tersebut harus di sembelih sesuai dengan syariat Islam. Jika hewan di sembelih dengan cara yang tidak sesuai, maka daging tersebut tidak bisa dianggap halal.
2. Fasilitas produksi yang menjamin kehalalan
Selain bahan utama, fasilitas produksi juga memainkan peran penting. Fasilitas atau PPH (Proses Produk Halal) yang digunakan untuk mengolah daging dry aged harus bebas dari kontaminasi bahan-bahan haram atau najis, seperti babi atau alkohol. Kontaminasi dengan bahan yang mengandung haram dan najis bisa terjadi jika alat dan peralatan yang di gunakan tidak di pisahkan dengan benar. Oleh karena itu, sangat penting bahwa tempat penyimpanan, alat pemotong, serta ruangan aging tidak bersinggungan dengan produk atau bahan haram lainnya.
3. Proses Fermentasi
Dry aging melibatkan proses fermentasi alami di mana enzim alami dalam daging bekerja untuk meningkatkan cita rasanya. Di beberapa kasus, produsen mungkin menambahkan enzim tambahan untuk mempercepat atau meningkatkan proses ini. Jika enzim tersebut di gunakan, harus di pastikan bahwa mereka berasal dari sumber nabati atau hewani yang halal. Enzim yang berasal dari sumber haram, seperti babi, atau yang bersentuhan dengan najis selama proses produksi, dapat membuat produk akhir menjadi tidak halal.
4. Bahan Tambahan dan Bumbu
Dalam beberapa kasus, bumbu atau bahan tambahan di gunakan selama proses pengolahan atau setelah daging selesai di-aging. Bahan seperti mentega, keju, atau truffle oil kadang-kadang di gunakan untuk memberikan cita rasa tambahan. Penting untuk memastikan bahwa semua bahan ini bersertifikat halal. Misalnya, mentega harus berasal dari susu yang diproses secara halal, dan truffle oil harus bebas dari bahan-bahan haram. Setiap bentuk kontaminasi dengan bahan haram selama proses pembuatan atau penyimpanan harus di hindari.
5. Proses Memasak Daging
Langkah terakhir yang tak kalah penting adalah memastikan bahwa proses memasak juga mengikuti prinsip-prinsip kehalalan. Proses memasak tidak boleh melibatkan penggunaan bahan-bahan haram seperti anggur (wine) atau minuman beralkohol lainnya. Begitu juga dengan saus atau pelengkap yang di sajikan bersama daging. Semua bahan harus halal dan tidak terkontaminasi. Seperti yang kita ketahui, sajian steak memang identik dengan penggunaan minuman beralkohol. Selain itu pengemasan akhir dan cara penyajiannya juga harus memperhatikan aturan ini untuk memastikan bahwa produk tetap halal hingga sampai ke tangan konsumen.
Kehalalan daging dry aged sangat bergantung pada seluruh rangkaian prosesnya, mulai dari pemilihan bahan, fasilitas produksi, hingga cara memasak. Oleh karena itu, jasa terkait harus lebih memperhatikan aspek kehalalan produknya untuk menjamin konsumen muslim bisa menikmati hidangan daging dry aged dan tetap mematuhi syariat islam. Industri rumah potong dan restoran dalam hal ini memegang peranan penting dalam menjamin kehalalan hidangan daging dry aged. Terlebih berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, makanan dan minuman merupakan kelompok produk yang masuk dalam kategori wajib sertifikasi halal dengan tenggang waktu terdekat, yakni Oktober 2024. Kewajiban ini mencakup bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong dalam industri makanan dan minuman, termasuk jasa terkait.
Dengan demikian, rumah potong hewan dan restoran yang memiliki produk daging dry aged, perlu melakukan sertifikasi halal. Tidak hanya sebagai kewajiban regulasi, namun dengan sertifikat halal maka akan lebih menjangkau pasar muslim. Indonesia yang merupakan negara dengan populasi mayoritas muslim, tentu akan memberikan dampak positif bagi usaha yang sudah berlabel halal. Bagi usaha rumah potong dan restoran yang ingin melakukan sertifikasi, bisa mengikuti berkonsultasi terlebih dahulu di IHATEC.
| IHATEC: Lembaga Pelatihan dan Konsultasi Mengenai Kehalalan
IHATEC sendiri merupakan lembaga pelatihan halal, yang menyediakan beragam pelatihan untuk memudahkan setiap perusahaan dalam proses sertifikasi halal.
Sumber:
https://halalmui.org/halalkah-konsumsi-daging-titan-dry-aged/